Dua Belas Radar AS Pantau Selat Malaka
Rabu, 07 Januari 2009 -- JAKARTA - Keamanan Selat Malaka semakin terjaga. Jalur utama kapal-kapal dagang dari Tiongkok itu kini diawasi radar baru dari Amerika Serikat. Sebanyak 12 radar pengawas pantai (coastal radar) yang dibangun di sepanjang Selat Malaka mulai dioperasikan.
Kepala Staf TNI-AL (KSAL) Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, pembangunan radar sudah selesai Desember 2008. Radar itu juga telah beroperasi di lokasi masing-masing. "Tinggal menunggu proses integrasi, secepatnya," kata Tedjo di Jakarta kemarin (06/1).
KSAL menjelaskan, proses integrasi masih berjalan karena masing-masing radar memiliki karakteristik dan kemampuan masing-masing. "Jika sudah terintegrasi, radar akan terpusat di Batam," katanya.
Tedjo menjamin, pengawasan di selat terpadat di dunia itu akan semakin mudah. "Kejahatan yang terjadi dapat semakin ditekan," katanya. Dari 12 radar itu, delapan radar sumbangan Amerika Serikat. Empat radar sisanya dibeli menggunakan dana APBN senilai Rp 40 miliar.
Empat radar yang dibeli dengan uang rakyat itu dipasang pesisir Bengkalis, Sinoboy, Sabang, dan Batam. Seluruhnya buatan Jepang dengan daya jangkau 40-50 mil laut. Sedangkan radar hibah dari AS yang dipasang mulai Belawan, Tanjung Balai, hingga Batam itu bernilai total USD 18,4 juta (sekitar Rp 190 miliar). Radar hibah ini bermerek Sperry Marine dengan jangkauan 40 mil laut.
Tedjo menjelaskan, saat ini awak yang mengoperasikan adalah prajurit TNI-AL. Namun, dia berharap radar itu kelak dapat digunakan sejumlah instansi yang terkait termasuk Bakorkamla, Polisi Air, Departemen Kelautan dan Perikanan serta Bea Cukai.
KSAL dari lingkungan penerbang helikopter itu menjelaskan, dana pengoperasian radar bisa dibagi-bagi per instansi. "Sementara ini memang masih dipegang TNI-AL, tapi bisa dibicarakan lagi," kata Tedjo.
TNI-AL tak hanya memperkuat pengamanan di Selat Malaka. Korps baju putih itu berencana membangun radar di Laut Sulawesi. Amerika juga sudah bersedia membantu pembangunan radar di kawasan timur itu. "Harapannya pengamanan blok Ambalat makin optimal," kata Tedjo.
Selain itu, Mabes TNI-AL sedang mengkaji kemungkinan membeli kapal selam baru. Saat ini ada dua kapal selam yang dimiliki Indonesia, KRI Nanggala dan KRI Cakra. Keduanya diperbaiki teknologinya di Korea Selatan.
Nanti ada beberapa negara yang bakal menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Perancis (Scorpene).
KSAL menjelaskan, semua pengadaan alat utama sistem persenjataan, termasuk kapal selam masih digodok di Dephan, termasuk apakah pengadaannya dipercepat atau ditunda hingga masuk rencana strategis (renstra) 2010-2014.
Tim kajian Mabes TNI-AL juga telah menyusun spesifikasi teknik sejumlah peralatan persenjataan yang akan diajukan dengan sisa anggaran KE 2005-2009, yakni tank amfibi BMP-3F, kapal perusak kawal rudal (PKR) dan satu unit kapal selam. "Untuk tank BMP-3F sudah selesai prosesnya, dan ditetapkan negara produsennya dari Rusia sebanyak 17 unit sedangkan untuk PKR dan kapal selam, masih dalam proses," katanya. (rdl/agm @jawapos)