Penegakan Keamanan Laut Makin Berat
Senin, 05 Januari 2009 06:14 WIB MIOL -- PENEGAKAN keamanan laut merupakan hal mutlak dilakukan Indonesia sebagai negara yang memiliki kawasan perairan laut terluas. Untuk menjawab tuntutan dan tantangan menjaga keamanan laut yang semakin berat, tidak saja diperlukan profesionalisme kelembagaan dan sumber daya manusia, namun juga peralatan yang lebih modern dan mendukung.
Salah satu lembaga yang bertugas menjawab tuntutan itu adalah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). ”Tantangan yang lebih besar di Indonesia ke depan adalah berupa ancaman non tradisional dilaut seperti pembajakan, perompakan, terorisme, illegal loging/fishing/minning/imigrant, pencemaran dan penyelundupan, sehingga perlu dijadikan prioritas dalam mengantisipasinya,” kata Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Budhi Hardjo kepada Mediaindonesia.com.
Bakorkamla berdiri berdasarkan Perpres No. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut yang ditandatangani Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 29 Desember 2005. Lembaga yang bersifat nonstruktural ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan diketuai oleh Menko Polkam.
Budhi mengatakan sejak didirikan Bakorkamla telah menunjukkan dan membuktikan kemampuannya dalam penegakan hukum dan keamanan laut serta keselamatan di laut, baik nasional/internasional. Disamping itu, untuk mendorong keberhasilan tugas, badan ini juga telah menerapkan teknologi canggih dan modern dalam penggunaan peralatan early warning, monitoring (seperti GMDSS, LRIT) dan communication, sehingga membutuhkan penguasaan pengoperasian dari pengawaknya.
Secara organisasi Bakokamla beranggotakan 12 intansi yaitu Menlu, Mendagri, Menhan, Menkum HAM, Menkeu, Menhub, Menteri Kelautan dan Perikanan, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kabakin, Kastaf TNI AL. Badan ini antara lain mempunyai tugas pokok mengkoordinasi penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasi keamanan laut secara terpadu.
Di lihat dari sisi geografis, sejak berabad-abad lalu Indonesia merupakan bagian penting strategis pelayaran internasional baik untuk kepentingan komersial maupun pertahanan, sehingga menempati perairan Indonesia menempati posisi strategis. Dan posisi ini semakin penting saat ini mengingat sekitar 40% rute perdagangan internasional berada di Indonesia.
Berdasarkan data-data yang ada, total nilai perdagangan (trade value) yang melalui alur laut kepulauan Indonesia sekitar US$345 triliun per tahun. Urutan pertama melalui Selat Malaka sekitar US$ 300 triliun per tahun, kedua melalui Selat Lombok sekitar US$45 triliun per tahun dan Selat Sunda sekitar US$5 triliun per tahun.
”Dalam hal ini, tantangan terbesar bagi Indonesia adalah bagaimana menjamin keamanan dan keselamatan terhadap kapal-kapal internasional yang melalui jalur-jalur yang telah ditetapkan pemerintah. Ini sesungguhnya merupakan tugas dan tanggung jawab besar yang harus dilaksanakan sebaik mungkin,” kata Budhi.
Selain menjaga hal tersebut, masalah yang juga tidak kalah penting adalah kenyataan bahwa sampai saat ini masih banyak kegiatan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia. Diperkirakan sekitar 3.180 nelayan asing beroprasi di Indonesia dan telah yang menyebabkan kerugian sekitar US$4 miliar-US$5 miliar per tahun. Belum lagi penyeludupan kayu atau produk lainnya yang nilainya juga sangat besar.
Untuk tahun 2009, lanjut Budhi, segudang pekerjaan rumah telah menunggu, diantaranya, dalam negeri: melaksanakan Diskar, menggelar operasi terpadu Gurita VII, VIII, IX, membangun kantor Forkor di Kep. Riau dan Bitung, meralisasikan terbentuknya ISCG, menggelar perhelatan akbar 5 tahun HACGAN dan melaksanakan program dan seminar pemberdayaan masyarakat pesisir berupa Bindersir di 30 desa.
Sementara luar negeri antara lain: meralisasikan hibah dalam rangka capacity building dari beberapa negara donor seperti AS (NPL), Jepang (SMDSS), China (satelit Kamla), Jerman dan menghadiri seminar Strategic Maritime Management Committee di Australia. (OL-02)